Pahami Dulu Berita dan Delik Pers

Oleh: Romlan Wakil Ketua Bidang Pendidikan PWI Provinsi Bangka Belitung

Pelaporan wartawan ke penegak hukum karena produk beritanya masih saja terjadi. Nampaknya masih banyak orang yang belum memahami delik pers. Kekinian, pelaporan oknum wartawan inisial D ke Polres Bangka Barat, terkait pemberitaan yang dibuatnya.

Tulisan ini untuk mewujudkan pers yang profesional melalui pemahaman aturan dan etika jurnalistik, mencerdaskan masyarakat dan publik agar paham tentang pers dan jurnalisme, serta terjalinnya hubungan kemitraan yang baik antara pers dengan pemerintah, masyarakat, badan usaha, dan penegak hukum.

Untuk dipahami, pengertian umum jurnalistik adalah aktivitas pengumpulan bahan, analisis (riset), penulisan, produksi, dan publikasi berita melalui media massa.

“Dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik, wartawan mendapat perlindungan hukum”. Demikian bunyi Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yang merupakan hak immunitas bagi wartawan.

Berdasarkan informasi dan data yang diterima penulis, media siber tempat D bekerja sudah berbadan hukum perusahaan pers, sudah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 12 Undang-Undang Pers. Persoalan D dan medianya tidak terdaftar di Dewan Pers, bukan berarti dia tidak boleh melakukan kegiatan jurnalistik.

Dalam proses membuat berita, D juga memiliki sumber informasi dan narasumber yang jelas dan terkonfirmasi. Artinya, berita yang dimuat sudah melalui proses standar kerja jurnalistik yang menghasilkan karya jurnalistik.

Karya jurnalistik yang merupakan produk jurnalistik, adalah hasil liputan wartawan berupa berita atau informasi dalam bentuk tulisan, grafik, gambar, suara, atau gambar dan suara yang disiarkan melalui media massa.

Penelusuran penulis, yang dimuat D di medianya itu jelas berita, bukan opini. Memang berita awalnya belum semua pihak terkonfirmasi, meskipun sudah ada upaya untuk mengkonfirmasi kepada yang bersangkutan. Artinya, D sudah ada upaya untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang diterimanya, agar berita yang dihasilkan akurat dan berimbang.

Namun pada berita berikutnya, sudah memenuhi syarat sebagai berita layak siar untuk dipublikasikan. Berita layak siar harus sesuai fakta, ada narasumber yang terkonfirmasi, sesuai kaidah jurnalistik, konsisten menggunakan bahasa yang benar, aktual, ekslusif, penting, menarik, tidak melanggar aturan dan etika jurnalistik.

Merujuk ke Pasal 8 Undang-Undang Pers, wartawan tidak dapat dikriminalisasi, dan narasumbernya tidak dapat dipidana. Sepanjang wartawan itu melakukan kegiatan jurnalistik, dan media tempatnya bekerja berbadan hukum perusahaan pers yang secara khusus menyalurkan dan menyiarkan informasi.

Penulis menyarankan, agar pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan yang dibuat oleh D, menggunakan hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Karena berita yang ditulis D jelas produk jurnalistik dan berlaku delik pers.

Penanggung jawab redaksi medianya wajib melayani hak jawab dan koreksi secara proporsional, sesuai bagian bagian berita yang diberikan hak jawab dan hak koreksi itu. Kewajiban lainnya adalah memberikan penjelasan bahwa berita dimaksud sudah dikoreksi, dan menyampaikan permohonan maaf kepada pembaca dan pemirsa.

Pelajaran dari kejadian ini, agar semua wartawan tidak terburu-buru dalam membuat berita. Lakukan dulu semua proses sesuai mekanisme standar kerja jurnalistik, dengan tetap mematuhi aturan dan etika jurnalistik. Jika semua itu sudah dilakukan, wartawan dan media dipastikan aman dari persoalan dan sengketa jurnalistik. Sesederhana itu! (*)

Pos terkait