PANGKALPINANG, Babelsatu.com – Buntut dari sikap kurang ajar oknum staf Kejati Babel bernama Bakti dan Jhoni Pardede yang dianggap telah melakukan upaya menghalang-halangi proses peliputan berita seorang wartawan harian pada hari Rabu pagi (27/7/2022). Sebanyak 3 Aliansi Organisasi Pers yakni PWI, IJT dan AJI menggelar aksi protes di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejat) Provinsi Kepulaan Bangka Belitung (Babel), Jum’at siang (29/7/2022).
Aksi menggeruduk Kejati Babel ini merupakan reaksi dari dugaan sikap oknum staf Kejati Babel yang dianggap arogan dengan melakukan upaya menghalang-halangi proses peliputan berita wartawan saat Jaksa Agung ST. Burhanuddin meninjau Masjid Mizan Adhiyaksa, di halaman kantor Kejati Babel.
Sikap Arogan dan kurang ajar tersebut terjadi ketika wartawan Bangka Pos, Antoni Ramli mengambil foto peresmian penggunaan Masjid Mizan Adhiyaksa oleh Jaksa Agung ST. Burhanuddin pada Rabu, (27/7/2022) lalu.
Antoni yang berjarak sekitar 20 meter dari Jaksa Agung tersebut mendadak didatangi oleh Bakti yang melarangnya untuk meliput. Tak hanya itu Bakti sempat menantang Antoni untuk berduel di luar tanpa membawa institusi. Tak hanya Bakti, Jhoni Pardede selaku Asisten Intelijen ikut menghampiri dan ikut melarang Antoni Ramli untuk memotret.
Ironisnya Antoni Ramli sendiri datang atas undangan dari pihak Kasi Penkum Kejati, Basuki Raharjo. Bahkan beberapa wartawan yang hadir dan tertahan di luar pagar mendapat undangan langsung dari Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana.
Hal ini seperti disampaikan oleh Ketua PWI Babel, M. Fathurrakhman, Ketua IJTI Babel Joko Setyawanto dan Ketua AJI Babel Barliyanto kepada meda di Bangka Belitung.
“Sikap oknum Jaksa di Kejati Babel tersebut diduga sebagai salah satu bentuk menghalangi kebebasan pers, yang jelas dilindungi oleh Undang-Undang Pers No 40 tahun 1999. Secara umum kami menilai ada pelecehan terhadap profesi wartawan, dan menjadi kewajiban kami menyikapi hal yang dianggap ancaman bagi kebebasan pers. Apalagi sampai menantang berduel. Arogansi ini kami nilai sudah melampaui batas. ,” terang M. Fathurrakhman.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independent Babel, Zulkordi mengatakan bahwa insiden arogansi terhadap profesi wartawan ini jangan sampai menambah daftar panjang buruknya kepercayaan terhadap penegak hukum. Sikap Kejati Babel yang menutupi akses bagi pers dalam kegiatan nya bisa menjadi tanda tanya besar bagi publik.
“Penegak hukum Indonesia sedang jadi sorotan. Kasus Brigadir J cukup menjadi refleksi agar penegak hukum terus membangun kepercayaan publik. Jangan pula Kejaksaan kemudian membuat hancur kepercayaan publik dengan cara-cara dan sikap arogan terhadap pers. Seolah-olah banyak yang ditutup-tutupi sampai harus berhadap-hadapan dengan pers,” ujarnya.
Lebih jauh, Zulkodri menekankan harus ada tindakan dan sanksi tegas atas arogansi oknum Kejati tersebut. Hal ini menurutnya penting sebagai efek jera agar tak lagi terulang kejadian serupa. Ia pun menambahkan bahwa segala kejadian ini tetap harus diambil hikmahnya.
“Salah satu penekanan kita adalah sanksi. Biar ada efek jera sehingga tak terulang lagi kejadian-kejadian yang menciderai kebebasan pers. Jurnalis pun punya aturan main yang manakala dilanggar tetap disanksi,” ucapnya.
“Secara institusi Antoni Ramli sudah saling memaafkan, namun bicara soal menciderai kebebasan pers, itu ranah profesi yang harus disikapi, sebagai penangkal agak tidak terulang lagi. Kita ambil hikmah atas kejadian ini, semoga dari sini menjadi pembuka jalan terbangunnya komunikasi dan sinergi yang baik dengan korp Adhiyaksa,” timpal Kodri.
Sementara, Ketua IJTi Babel Joko Setyawanto ikut memberikan pernyataan keras atas insiden berbau arogansi terhadap pers tersebut. Ia menekankan bahwa kondusifitas terhadap kemerdekaan pers merupakan harga mati. Menurutnya tidak ada ruang untuk pembenaran segala sesuatu yang bersifat arogansi dan intimidasi terhadap profesi pers.
“Apapun bentuknya, apapun dalihnya aksi kekerasan tidak dapat dibenarkan, apalagi mengarah pada upaya menghalangi kerja-kerja jurnalis yang sedang melakukan peliputan. Sebagai salah satu dari organisasi profesi konstituen Dewan Pers, IJTI tentu berkepentingan untuk memastikan kondusifitas kemerdekaan pers di Bangka Belitung tetap terjaga tanpa harus dinodai oleh tindakan yang dapat mencederai semangat kemerdekaan pers yang diamanatkan UU No.40 tahun 1999. Kami berharap insiden ini tidak lagi terjadi di era keterbukaan seperti saat ini. Insiden ini dapat diselesaikan secara bijaksana dengan semangat soliditas menjaga kemerdekaan pers di tanah air, khususnya di Bangka Belitung.” kecam Joko. (naf)