PANGKALPINANG, Babelsatu.com – Pemerintah mewajibkan setiap ekspor timah mengacu kepada rencana kerja anggaran belanja (RKAB). Pengacuan itu salah satu cara menerapkan keberlanjutan industri timah nasional yang cadangannya ditaksir tersisa untuk 25 tahun lagi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementrian ESDM RI, Ridwan Djamaluddin mengatakan, industri timah naisonal penting bagi perekonomian negara.
“Harus membawa dampak optimal bagi negara dan masyarakat banyak. Jangan hanya menguntungkan segelintir orang saja,” kata Ridwan saat menghadiri seminar nasional Suatainabilitas timah nasional, refleksi harapan dan fakta yang digelar oleh Babel Resource Institute (BRINST) di Pangkalpinang, Senin.
Ridwan mengatakan, cadangan timah nasional diperkirakan hanya tersisa sampai 2046. Cadangan itu tidak boleh hanya dinikmati di masa kini saja. Generasi mendatang punya hak untuk ikut menikmatinya.
Oleh sebab itu, penting menerapkan prinsip keberlanjutan atau sustainabilitas dalam industri timah nasional. Penerapan prinsip itu lewat pengendalian industri timah nasional.
Bentuk pengendaliannya adalah setiap eksportir wajib menyusun RKAB dan RKAB wajib disahkan pemerintah. Perusahaan tidak bisa mengekspor tanpa mengacu RKAB.
“Pemerintah akan mengizinkan RKAB direvisi sesuai kondisi faktual. Hal ini mengakomodasi dinamika industri, dan acuan harus tetap ada,” ujarnya.*
Direktur BRINTS, Teddy Marbinanda mengatakan, digelarnya seminar ini tidak lepas dari kondisi real pertimahan di Babel yang saat ini untuk harga timah kita mencapai harga tertinggi. Disini kita akan membahas bagaimana kewenangan pengelolaan pertambangan yang saat ini sudah ada di pusat, bukan lagi didaerah.
“Dan terkait regulasi dan langkah yang akan ditempuh oleh teman-teman asosiasi pertambangan agar dapat menyumbang saran dalam kegiatan ini sehingga kita bisa melakukan revisi diberbagai aturan untuk penyempurnaan pengelolaan pertambangan ini,” ujarnya. (timah/naf)