Molen Dukung Penerapan Restorative Justice Perkara Ringan di Pangkalpinang

Pangkalpinang, Babelsatu.com– Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerapkan restorative justice (RJ) dalam menyelesaikan berbagai perkara, sehingga tidak perlu sampai ke persidangan atau bahkan sampai ke pemidanaan yang menambah berat beban lembaga pemasyarakatan (Lapas) memperoleh dukungan banyak pihak.

Wali Kota Pangkalpinang Maulan Aklil alias Molen mengaku sangat mendukung aplikasi restorative justice di Kota Beribu Senyuman.

Bacaan Lainnya

Salah satu wujud dukungan tersebut yakni dengan telah diresmikannya Balai Perdamaian Restoretive Justice di Kelurahan Tua Tunu Pangkalpinang.

“Sebagai masyarakat Pangkalpinang tentu menerima ini dengan senang hati karena realistis saja, tanpa sumber daya yang besar saya mendapatkan ini gratis. Besar imbasnya bagi masyarakat kami,” kata Molen saat menjadi salah satu narasumber podcast yang digelar Fakultas Hukum UBB, Jumat (8/4/2022).

Foto Humas Pgk

Menurut Molen hadirnya balai perdamaian ini merupakan sebuah inovasi yang akan menjadi budaya lokal bagi masyarakat untuk selalu menerapkan budaya-budaya luhur dan hukum adat dalam penyelesaian masalah.

“Secara hukum tidak salah. Ini dinamakan inovasi dan ditambah dengan komitmen untuk melaksanakan itu. Saya mewakili masyarakat berterima kasih dengan adanya balai ini, ” ungkapnya.

Ke depan dengan adanya balai RJ yang merupakan inovasi baru tersebut, dirinya berencana membuat kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi nantinya.

Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang Jefferdian menyebut, Restorative Justice menjadi terobosan yang membuat hatinya semakin “hidup” dalam menyelesaikan hukum pidana melalui cara perdamaian.

“Adanya skema  yang merupakan implementasi nilai luhur Pancasila ini membuat hati berasa semakin hidup karena tidak semua perkara harus dibawa ke pengadilan,” ujarnya.

Penerapan keadilan restoratif ini merupakan alternatif terbaik bagi masyarakat yang melakukan tindak pidana ringan dengan nilai kerugian kecil.

“Misalkan kerugiannya kecil, kemudian mereka ikut sidang, ngantri lama, mengeluarkan ongkos segala macem, padahal kerugiannya tidak seberapa. RJ ini merupakan alternatif terbaik untuk kasus-kasus yang  mohon maaf, dengan nilai kecil tersebut,” ucapnya.

Jefferdian menuturkan, penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif ini tidak serta merta menjadikan segala kasus diselesaikan dengan cara tersebut.

Banyak pihak yang dilibatkan dalam menentukan kelayakan penyelesaian perkara berdasarkan restorative justice. Berdasarkan Peraturan Kejaksaan nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian tuntutan berdasarkan keadilan Resorative Justice, penghentian tuntutan tindak pidana harus memenuhi juga persetujuan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI. Selain itu, tindak pidana ringan yang dilakukan dengan kerugian kecil dan bisa mengembalikan kerugian korban.

“Semua kita lihat dan pantau kasusnya. Kemudian tim turun, intelegen turun, dan seluruh stakeholder
turun melihat apakah orang ini layak atau tidak, kemudian melihat juga hasil penyidikan polisi. Ini sangat selektif dan ketat. Panjang prosesnya dan pasti harus melalui persetujuan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum),” beber dia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *