Catatan akhir tahun – Hilirisasi Timah Peluang Industri Dalam Negeri

PANGKALPINANG, seputarbabel.com – Pemerintah Indonesia meminta industri pertambangan untuk melakukan hilirisasi industri mineral dan pertambangan. Untuk itulah perusahaan pertambangan diminta secepatnya melakukan hilirisasi produk di dalam negeri.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) juga baru-baru ini mengemukakan ke depan Indonesia tidak akan mengeskpor bahan mentah lagi, untuk meningkatkan nilai tambah sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Bacaan Lainnya

Hilirisasi Industri pertambangan sudah dilakukan PT Timah Tbk. Perusahaan yang bergerak di pertambangan timah ini telah sejak lama melakukan hiliriasi timah dengan mendirikan anak usaha PT Timah Industri pada tahun 1998 dan sejak 2010 PT Timah Industri memproduksi tin chemical dan kemudian tin solder di tahun 2015..

Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi mengatakan PT Timah sudah melakukan hilirisasi timah sejak dulu dengan mendirikan PT Timah Industri yang concern dalam melakukan hilirisasi timah, untuk meningkatkan nilai tambah dengan ekspansi pasar khususnya produk turunan timah

Kehadiran PT Timah Industri juga berperan dalam mendukung serapan konsumsi timah dalam negeri, sebagaimana diketahui lebih dari 90 persen logam timah produksi Indonesia dieskpor ke luar negeri.

Direktur Utama PT Timah Industri Ria Wardhani Pawan mengatakan saat ini PT Timah Industri sebagai perusahaan manufaktur, telah menerapkan standar internasional dan nasional serta standar lainnya seperti FDA untuk Pasar Amerika dan REACH untuk Pasar Eropa.

Ria mengatakan, Timah Industri telah melakukan hilirisasi logam timah dengan membuat produk tin chemical dan tin solder untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor ke Amerika, India, China, Taiwan dan beberapa negara Eropa. Kebutuhan pasar tin chemical dan tin solder dalam negeri masih sangat kecil.

“Hilirisasi logam timah menjadi tin solder dapat meningkatkan value added menjadi sekitar dua kali lipat sedangkan dari logam timah menjadi tin chemical sekitar tiga kali lipat,” katanya.

Timah Industri saat ini memiliki 3 pabrik kimia dan 1 pabrik tin solder yaitu Stannic Chloride (SnCl4) berkapasitas 3.000 ton dengan merek BANKASTANNIC, Dimethyltin Dichloride (DMT) berkapasitas 8.000 ton dengan merek BANKASTAB DMT Series, kemudian, Methyltin Stabilizer (MTS) berkapasitas 10.000 ton dengan merek BANKASTAB MT Series, dan tin solder berkapasitas 2.000 ton dengan merek BANKAESA.

Produk tin solder digunakan pada industri elektronik dan otomotif, sedangkan tin chemical digunakan pada industri Polyvinyl chloride (PVC) sebagai bahan aditif tin stabilizer untuk pembuatan pipa konstruksi, profile, plastik PVC transparan dan lainnya.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan sudah seharusnya melakukan hilirasi produk termasuk timah, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan.

Apalagi kata dia timah memiliki banyak mineral ikutan berupa Logam Tanah Jarang (LTJ) yang saat ini sedang diburu dunia. Dengan adanya hilirisasi tidak hanya memberikan dampak positif bagi perusahaan tapi juga negara dan masyarakat.

“Hilirisasi sudah sangat tepat dan memang harus dilakukan, cuma harus dilihat juga sejauh mana kesiapan investasi program hilirisasi, jangan sampai dengan potensi yang ada justru tidak memberikan dampak yang signifikan,” katanya.

Ia menilai hilirisasi yang dilakukan PT Timah Tbk sudah sangat bagus dan harus dioptimalkan sehingga meningkatkan diversifikasi produk sehingga tidak lagi mengeskpor raw material.

“Ketika PT Timah Tbk berhasil melakukan hilirisasi ini menjadi point penting suatu pencapaian yang harus kita apresiasi, karena hilirisasi memang harus dilakukan,” katanya.

Disinggung, soal masih rendahnya konsumsi dalam negeri dari produk hilirisasi timah, Ia cukup menyayangkan hal ini, karena menurutnya saat ini seharusnya jika ada industri dalam negeri bisa memanfaatkan bahan baku dari dalam negeri juga.

“Kalau hilirisasi sudah dilakukan, tapi konsumsi dalam negeri masih rendah ini yang perlu perhatian, pemerintah juga harus mendorong untuk industri menggunakan material bahan baku diambil dalam negeri,” sambungnya.

Pemerintah kata dia melalui Kementerian Perindustrian sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang no 3 tahun 2014 tentang perindustrian nasional telah mengatur hal ini, termasuk dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019.

“Kita wajib mencintai produk – produk dalam negeri, karena ini memberikan multiplier efek yang sangat luar biasa. Ketika ada yang di dalam negeri, ya gunakan yang itu,” katanya.

Bentuk tim kajian hilirisasi mineral ikutan timah

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) bersama Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membentuk tim pengkajian hilirisasi mineral ikutan bijih timah dan logam tanah jarang, guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Gubernur Kepulauan Babel Erzaldi Rosman Djohan  berharap kehadiran tim ini menghasilkan suatu rumusan kebijakan dalam pengelolaan mineral ikutan timah dan logam tanah jarang.

Menurut dia semakin lama penanganan logam tanah jarang ini dilakukan, maka akan semakin rugi negeri ini karena dimanfaatkan oleh negara lain melalui oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Harus ada regulasi yang kuat untuk mengaturnya,” katanya.

Selama ini Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah berupaya dengan mengeluarkan kebijakan seperti Perda Nomor 01 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Mineral Ikutan dan Produk Samping Timah serta turunannya yaitu Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pelaksanaannya.

Semenjak terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara menyebabkan perda tersebut tidak berlaku, hal ini berdampak pada penjualan mineral ikutan yang tidak terkendali.

Ia menekankan pengawasan yang ketat dan regulasi khusus terkait perdagangan mineral sisa hasil tambang, hilirisasi komoditas mineral, regulasi batasan kadar komoditas mineral dan tanah jarang dari impurities, pembatasan penjualan mineral ikutan antarpulau, serta payung hukum legalitas kegiatan usaha dimaksud dan pengelolaan mineral.

“Logam tanah jarang bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) diharapkan dapat mengatasi hal ini,” katanya.

Deputi Pengkajian Strategik Lemhanas, Prof. Reni Mayerni menyampaikan bahwa pada 2021 ini Pengkajian Strategik Lemhanas RI melaksanakan program kajian berlanjut tentang Hilirisasi Mineral dan Logam Tanah Jarang dalam mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional.

Dengan lokasi di Bangka Belitung, pihaknya ingin memperdalam materi kajian sebagai upaya untuk mendapatkan data dan fakta riil sesuai kondisi di lapangan tentang hilirisasi mineral dan logam tanah jarang.

“Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan kontribusi terhadap upaya mencari solusi persoalan hilirisasi dan logam tanah jarang,” katanya. (timah/naf)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *