JAKARTA, Babelsatu.com – Tim penyidik koneksitas terdiri dari Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, Pusat Polisi Militer TNI AD, dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menetapkan 2 (dua) orang sebagai tersangka dalam perkara koneksitas dugaan tindak pidana korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) tahun 2013 hingga 2020.
Salah satu tersangka merupakan Jenderal bintang satu TNI AD yaitu Brigadir Jenderal TNI YAK selaku Direktur Keuangan TWP AD sejak Maret 2019. Sedangkan tersangka lainnya berinisial NPP selaku Direktur Utama PT. Griya Sari Harta (PT. GSH). NPP ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor 06/PM/PMpd.1/12/2021 tanggal 09 Desember 2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kejaksaan Agung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH, MH melalui siaran pers, Jum’at (10/12/2021) mengatakan, untuk mempercepat proses penyidikan, kedua tersangka dilakukan penahanan yaitu, tersangka Brigadir Jenderal TNI YAK dilakukan penahanan di Institusi Tahanan Militer Pusat Polisi Militer TNI AD sejak 22 Juli 2021 sampai dengan saat ini. Sedangkan untuk tersangka NPP dilakukan penahanan sesuai Surat Perintah Penahanan No. Print-01/PM.2/PMpd/12/2021 tanggal 10 Desember selama 20 hari terhitung sejak 10 Desember 2021 sampai dengan 29 Desember 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Leonard menjelaskan, kasus tersebut bermula adanya penempatan dana TWP tidak sesuai ketentuan dan investasi di luar ketentuan pengelolaan TWP berdasarkan Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/181/III/2018 tanggal 12 Maret 2018, yaitu digunakan untuk kepentingan pribadi dan kerja sama bisnis yaitu NPP selaku Direktur Utama PT. Griya Sari Harta (PT. GSH), inisial A selaku Direktur PT. Indah Bumi Utama dan Kol. CZI (Purn) CW dan Sdr. KGS M M S dari PT. Artha Mulia Adiniaga.
Dana TWP yang disalahgunakan oleh kedua tersangka kata Leonard, termasuk domain keuangan negara sehingga dapat menjadi sebuah kerugian keuangan negara dimana sumber dana TWP adalah dari gaji prajurit yang dipotong dengan sistem auto debet langsung dari gaji prajurit sebelum diserahkan, sehingga negara harus terbebani dengan kewajiban mengembalikan uang yang telah disalah gunakan tersebut kepada para prajurit.
“Akibat perbuatan tersangka Brigadir Jenderal TNI YAK dan Tersangka NPP, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 127.736.000.000 (seratus dua puluh tujuh milyar tujuh ratus tiga puluh enam juta rupiah), berdasarkan penghitungan kerugian negara oleh BPKP,” beber Leonard kepada media.
Terkait peran masing-masing para tersangka lanjut Leonard, tersangka Brigadir Jenderal TNI YAK telah mengeluarkan uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 127.736.000.000 (seratus dua puluh tujuh milyar tujuh ratus tiga puluh enam juta rupiah) dari rekening milik TWP AD ke rekening pribadinya.
“Tersangka kemudian mentransfer uang tersebut ke rekening tersangka NPP dengan dalih untuk pengadaan kavling perumahan bagi prajurit TNI dan tersangka telah menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi,” ungkap Leonard.
Sedangkan untuk tersangka NPP yang menerima uang transfer dari Tersangka Brigadir Jenderal TNI YAK juga menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi dan korporasi miliknya yaitu PT. Griya Sari Harta (PT. GSH).
Atas perbuatan tersebut, tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Pasal 8 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (rill/naf)