Rina Tarol Dorong Kejari Basel Usut Tuntas Praktik Mafia Tanah di Bangka Selatan

PANGKALPINANG, Babelsatu.com – Kejari Bangka Selatan (Basel) baru saja menahan mantan Bupati Basel, Justiar Noer dan mantan Camat Lepong, Dodi Kusuma,  Kamis 11 Desember 2025.

Keduanya ditahan di Lapas Tuatunu Pangkalpinang setelah ditetapkan sebagai tersangka tipikor penerbitkan SP3AT fiktif seluas 2.299 hektar. Justiar Noer terjerat saat menjabatan Tahun 2016 s.d 2021, sedangkan Dodi Kusuma selaku Camat Lepar Pongok 2016-2019.

Bacaan Lainnya

Penetapan kedua tersangka ini dilakukan setelah melalui rangkaian proses pemeriksaan saksi dan pengumpulan alat bukti.

Kinerja Kejari Basel tersebut mendapat apresiasi dari Anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung, Rina Tarol.

RIna menyebut, terungkapnya kasus dugaan korupsi penerbitan legalitas lahan negara di Kecamatan Lepar Pongok ini sebagai pintu masuk membongkar kejahatan atau praktik mafia tanah di Bangka Selatan secara menyeluruh.

Menurut Anggota DPRD Empat Periode ini, kasus yang diungkap Kejaksaan Negeri Basel tersebut merupakan sinyal kuat bahwa praktik mafia tanah memang nyata dan merugikan masyarakat serta negara. Namun pengusutan kasus tersebut jangan berhenti di Lepar Pongok saja.

Srikandi Bangka Selatan ini mendorong agar Kejaksaan Negeri Basel memperluas penyelidikan ke wilayah lain yang selama ini disorot publik, khususnya perbatasan Jeriji-Bikang serta Serdang-Pergam, yang disebutnya sarat dugaan alih fungsi lahan bermasalah.

“Saya mengapresiasi langkah tegas kejaksaan, tapi tidak boleh berhenti sampai pada satu lokasi dan satu perkara saja, karena kalau tidak dibongkar sampai ke akar akarnya, praktik serupa akan terus berulang dengan wajah dan lokasi berbeda,” ungkapnya kepada media, Sabtu (13/12/2025).

Politisi Partai Golkar ini menilai bahwa jika penyelidikan hanya berhenti pada satu kecamatan, maka penegakan hukum berpotensi kehilangan substansi keadilan dan tidak menyentuh jaringan yang lebih luas.

“Mafia tanah tidak bekerja sendirian. Ada rantai panjang “Siapa yang mengajukan, siapa yang menerbitkan, siapa yang membiarkan, dan siapa yang menikmati keuntungan”. Semua harus diurai satu per satu,” ujarnya.

Rina mengingatkan bahwa dugaan alih fungsi lahan juga berdampak pada perusakan daerah aliran sungai (DAS) yang kini mengancam ketersediaan air untuk persawahan masyarakat, terutama di wilayah Rias serta Serdang-Pergam.

“Kalau DAS rusak, yang pertama terdampak adalah petani. Air untuk sawah di Rias dan Serdang-Pergam terancam, ini bukan masalah kecil,” ungkapnya

Ia menegaskan, pada titik-titik tersebut, publik sudah lama mempertanyakan perubahan fungsi lahan yang terkesan dipaksakan. Ada aktivitas berjalan, tetapi status lahannya tidak pernah benar-benar transparan sehingga harus dibuka ke publik.

Ia juga mengingatkan bahwa dampak praktik alih fungsi lahan ilegal tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga memicu konflik agraria, merusak lingkungan dan menyingkirkan hak-hak masyarakat setempat.

“Yang dikorbankan selalu rakyat kecil. Lahan berubah fungsi, lingkungan rusak, konflik sosial muncul, tapi keuntungan justru dinikmati segelintir orang. Ini kejahatan serius,” tegas Rina.

Rina Tarol menegaskan DPRD Provinsi Bangka Belitung akan mengawal proses hukum secara politik dan kelembagaan, serta siap mendorong pembentukan mekanisme pengawasan jika diperlukan.

“Kalau penegak hukum berani membuka ini sampai tuntas, DPRD tidak boleh diam. Kami akan berdiri di garis depan untuk memastikan tidak ada intervensi dan tidak ada yang dilindungi,” katanya.

Ia pun mengingatkan agar kasus mafia tanah di Bangka Selatan tidak berakhir sebagai peristiwa sesaat, melainkan menjadi awal reformasi tata kelola pertanahan. “Ini momentum bersih-bersih. Jangan sampai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” pungkasnya. (nai)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *