PANGKALPINANG, Babelsatu.com – DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama APDESI dan ABPEDNAS Kabupaten Bangka Barat untuk menindaklanjuti persoalan komitmen plasma dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) enam perusahaan sawit yang beroperasi di daerah tersebut.
Ketua DPRD Babel, aDidit Srigusjaya mengatakan RDP dilakukan menyusul surat yang disampaikan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan para kepala desa. Sebanyak 25 desa hadir untuk mempertanyakan komitmen perusahaan terhadap kewajiban plasma dan pelaksanaan CSR.
- DPRD Babel Tegaskan Proses Seleksi Calon Komisioner KPID Babel Transparan
- 36 Calon Komisioner KPID Babel Bakal Jalani fit and proper test 29 November 2025, DPRD Babel Siapkan Proses Seleksi Secara Transparan
- DPRD Babel Gelar Paripurna Pengambilan Keputusan Terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2026, Gubernur Sebut Dari Rakyat Untuk Rakyat
“Dari informasi Badan Pertanahan Nasional, terdapat kurang lebih 30 ribu hektare HGU yang sudah terdaftar secara hukum, terdiri dari enam perusahaan,” kata Didit di Pangkalpinang, Senin (24/11).
Ia menjelaskan bahwa sesuai ketentuan, perusahaan wajib merealisasikan kebun plasma minimal 20 persen dari total luas HGU. Dengan total HGU sekitar 30 ribu hektare, kewajiban plasma mencapai hampir 7.000 hektare.
“Namun hingga saat ini, baru terealisasi sekitar 1.311 hektare atau baru 5,4 persen. Ini jauh dari kewajiban berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian dan Ketahanan Pangan Nomor 98 Tahun 2013,” ujarnya.
Didit menerangkan bahwa kebun plasma wajib dilaksanakan di luar kawasan HGU. Jika masyarakat belum memiliki lahan, perusahaan dapat melakukan konversi melalui mekanisme Nilai Obyek Pengganti (NOP) yang dihitung oleh tim independen.
“Nanti tim independen menghitung berapa nilai per hektare. Apakah Rp30 juta, nanti kepala desa dan pemerintah desa yang menyalurkan. Prinsipnya kewajiban ini mutlak, dan ada sanksi jika tidak dilaksanakan,” tegasnya.
Dalam RDP tersebut, seluruh anggota DPRD dari Daerah Pemilihan Bangka Barat mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) untuk menangani persoalan plasma dan CSR perusahaan sawit di wilayah setempat.
“Usulan ini akan kami sampaikan dalam Badan Musyawarah. Mudah-mudahan bisa disetujui agar panja dapat dibentuk,” kata Didit.
Namun sebelum panja terbentuk, ia berharap perusahaan sawit segera melakukan koreksi dan berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk memenuhi ketentuan plasma sesuai Permentan 98/2013 serta menjalankan kewajiban CSR sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012. (adv/red)






