BANGKA SELATAN, Babelsatu.com – Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Bangka Belitung pernah melakukan proyek pekerjaan Rehabilitas Jaringan Irigasi D.I Rias di Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2023 lalu.
Kontrak pekerjaan yang dimulai pada 22 Februari 2023 ini dikerjakan oleh CV. Tunas Pataka sebagai penyedia jasa pekerjaan dan PT. Mitra Karya Sanjaya, PT. Estetika Panca Sanjaya serta PT. Cipta Wahana Consultant sebagai Konsultan Supervisi pekerjaan.
Sejak awal pekerjaan, media ini pernah memberitakan, proyek yang masih dalam tahap pekerjaan tersebut sudah mengalami keretakan pada setiap bagian plaster dinding talud yang di plaster. Parahnya, keretakan tersebut terjadi di dinding talud dengan interval sekitar 4 sampai 5 meter disepanjang Talud.
Saat itu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tombok menilai proyek tersebut dikerjakan tidak sesuai spesifikasi dan volume. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata proyek yang dikerjakan oleh CV. Tunas Pataka ini diduga tidak melengkapi dukungan alat yang diminta dalam dokumen kontrak yang diperlukan sebagai peralatan kontruksi utama dan peralatan bangunan seperti, Excavator Standar berkapasitas daya minimal 156 HP Bucket min 1,19 m3 sebanyak 1 unit, Pedestrian Roller/Baby Roller dengan kapasitas 1-2 ton daya 15 HP-20 HP dan lebar drum min 0,9 m sebanyak unit, Excavator mini kapasitas daya min 42 HP dan lebar blade maks 2m sebanyak 1 unit serta Concreate Mixer/ Molen kapasitas minimal 0,3 m3 sebanyak 5 unit.
Pengerjaan plesteran yang seharusnya menggunakan alat Concreate Mixer/ Molen hanya dilakukan dengan adukan manual menggunakan tenaga manusia. Pengawas Lapangan dari CV. Tunas Pataka sebagai penyedia jasa saat itu, Hendra mengakui bila ada sebagian pekerjaan semen yang dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia.
Tudingan LSM ini ternyata terbukti, belum genap 2 tahun, Proyek tersebut sudah jebol pada bagian sisi Talud sehingga air mengalir deras masuk ke wilayah persawahan warga sekitar.
Pantauan media ini di lapangan bersama Ormas Pemuda Demokrat Indonesia Bangka Selatan, Senin (23/06/2025), sejumlah keretakan kecil yang terjadi sejak awal pekerjaan sudah mengeluarkan air rembesan yang cukup menggenangi sawah warga sekitar.
Tak hanya itu pada bagian lain sisi Talud tersebut sudah jebol dengan diamenter sekitar 70 cm sehingga air mengalir deras keluar dari talud menuju persawahan warga.
Ketua DPC Pemuda Demokrat Indonesia Bangka Selatan, Mawardi menanggapi jebolnya tanggul ini mengatakan, proyek tersebut memang sudah retak sejak awal pengerjaan karena pengadukan semen tidak menggunakan mesin hanya dilakukan secara manual.
Selain itu, pasir bangunan juga tidak standar karena diambil dari bekas tambang setempat yang pasirnya sudah dicuci sehingga hilang kualitas pasirnya karena saripati tanah sudah hanyut dicuci saat penambangan timah. Ditambah lagi susunan batu kemungkinan semen adukan tidak masuk kedalam sisi sisi batu menjadi kopong dan mengakibatkan keretakan pada Pondasi bagian bawah sehingga dan mengakibatkan pecah.
“Pihak pengerjaan proyek pernah mengatakan kalau keretakan itu karena cuaca, padahal proyek ini harusnya tidak pandang cuaca panas atau dingin, tidak mungkin pecah karena sudah di rancang sesuai tehnis”, jelas warga Kecamatan Toboali ini.
Dampak dari keretakan itu kata Mawardi, menyebabkan keretakan jadi besar dan jebolnya talud sehingga merugikan petani untuk meningkatkan pangan karena saluran air sebagai penunjangnya tidak beres. Padahal lanjutnya, proyek ini di pantau oleh Tim Pengamanan Pembangunan Strategis (PPS) Kejati Bangka Belitung (Babel)
“Proyek ini tidak berkualitas dan merugikan negara, harusnyanya Kejati Babel sebagai PPS yang mengawal proyek ini, kualitasnya semakin bagus bukan semakin buruk, jadi kami meminta Kejati Babel sebagai pengawas jangan malu malu untuk menindak kasus ini karena tidak menutup kemungkinan retak yang lain akan membesar dan jebol juga”, ujarnya.
Ia menambahkan, Kelompok Tani Tirta Metukul, Baharudin dan Masiri juga memprotes ketidakberesan proyek ini sejak awal pengerjaan, sehingga menyebabkan kerugian pada petani.
Lantai irigasi menurut laporan Kelompok Tani tersebut hanya disusun dengan batu dengan jarak sekitar 30 cm dan tidak rapat atau jarang jarang menggunakan batu bekas proyek Lama untuk pembangunan rehap tersebut. (naf)