JAKARTA, Babelsatu.com— Laporan terhadap Rizaldi Alias Ijal bin Sudirman dan Sri Meirina atas kasus dugaan keterangan palsu di atas sumpah dan pencemaran nama baik di sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kabupaten Bangka Barat di Mahkamah Konsitusi (MK) beberapa waktu lalu memasuki babak baru.
Laporan yang dibuat oleh Markus ke Polres Metro Jakarta Pusat pada Selasa (11/2) lalu itu kini mulai dilakukan penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Terbaru, penyidik Polres Metro Jakarta Pusat resmi melayangkan surat panggilan kepada terlapor meski keduanya kompak mangkir dari panggilan polisi untuk dimintai keterangan dan klarifikasi terkait perkara dugaan keterangan palsu dan pencemaran nama baik yang dilakukan terlapor.
Dalam surat panggilan polisi dengan nomor B/1504/III/RES.1.24/2025/Restro JP yang ditujukan kepada Rizaldi dan surat nomor B/1505/III/RES.1.24/2025/Restro JP kepada Sri Meirina tertanggal 7 Maret 2025, keduanya dijadwalkan diperiksa penyidik pada hari Jumat tanggal 14 Maret 2025 pukul 10.00 WIB di Polres Metro Jakarta Pusat.
Kuasa hukum Markus, Harli Muin memastikan terlapor sudah dipanggil polisi untuk dimintai klarifikasi kendati tidak hadir atau mangkir.
“Ya, itu hak dia karena ini belum memasuki ranah pro justisia, tapi poinnya adalah kalau tidak salah kenapa tidak hadir untuk klarifikasi? Kan begitu,” kata pengacara yang akrab dipanggil Harli ini, Rabu (19/3).
Lebih jauh Harli menjelaskan, setelah mangkir dari panggilan polisi, penyidik dan penyelidik akan melakukan gelar perkara untuk membuat laporan bahwa yang bersangkutan melepaskan haknya memberikan keterangan.
“Sesudah itu mereka (polisi-red) menentukan apakah yang bersangkutan tersangka atau tidak, ada mekanismenya, baru dipanggil secara paksa, dipanggil lagi dengan status tersangka nantinya,” tegas Harli.
Menurut Harli lagi, nantinya polisi akan melakukan panggilan ulang dalam kapasitas keduanya sebagai saksi. Kalau sudah panggilan ulang, itu sudah masuk penyidikan.
“Polisi akan melakukan gelar perkara untuk menyimpulkan apakah memenuhi syarat untuk dinaikan menjadi penyelidikan lanjutan yang kemudian ditetapkan tersangka. Kalau sudah status tersangka, dipanggil itu sifatnya memaksa, perintah membawa, ada pro justisia namanya,” beber Harli.
Harli mengingatkan, upaya pihak berwenang melakukan pemanggilan paksa atau jemput paksa diatur dalam Pasal 112 ayat 2 KUHAP, yakni “orang yang dipanggil oleh penyidik wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya”.
Tak hanya itu. Menurut Harli lagi, mangkir dari panggilan polisi dapat dianggap tindak pidana dan diancam pidana penjara 9 bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 224 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Perihal gelar perkara, Harli meyakini bukti-bukti yang telah diajukan pihaknya sudah cukup.
“Karena itu kita berharap gelar perkara ini melakukan penyelidikan lanjutan untuk kemudian melakukan penetapan tersangka tehadap kedua terlapor,” pungkas Harli.