BANGKA, Babelsatu.com – Budaya daerah menggambarkan kearifan lokal masyarkat sekitar, sehingga perlu dilestarikan. Melesatarikan budaya menjadi cara agar adat istiadat yang tumbuh bersama masyarakat tak sekadar bersandar pada bahasa tutur, namun bisa terus dirasakan masyarakat dari generasi ke generasi.
Menyadari pentingnya melestarikan budaya dan adat istiadat masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, PT Timah Tbk sebagai perusahaan pertambangan timah terus berikhtiar untuk melestarikan budaya masyarakat Bangka Belitung.
Salah satu adat istiadat yang masih ada di Negeri Sepintu Sedulang ini yakni, ngunjem tiang memarong (menanam tiang rumah) yang merupakan adat istiadat dari masyarakat adat Desa Mapur, Dusun Air Abik, Desa Gunung Muda, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka.
PT Timah Tbk mendukung penuh kegiatan Ngunjem Tiang Memarong pada Kamis (19/5/2022) lalu. Saat ini masih dalam proses pembangunan gebong memarong (berjumlah tujuh bubung rumah), yang mana proses pembangunan ini ditargetkan dapat selesai pada bulan agustus 2022 nanti.
“Mudah-mudahan pada bulan Agustus nanti dan bertepatan dengan hari kemerdekaan pembangunan ini sudah bisa untuk diresmikan,” kata Ketua Lembaga Adat Mapur, Asih Harmoko (40).
Pihaknya, mengapresiasi langkah konkrit PT Timah Tbk yang turut serta melestarikan budaya masyarakat adat Mapur.
“Beribu-ribu terimakasih kami ucapakan kepada PT Timah Tbk, berkat PT Timah kami dapat merealisasikan niatan kami yang belum terlaksana, serta atas segala sumbangsih yang diberikan oleh PT Timah Tbk untuk masyarakat kami” ujar Asih.
Budayawan Bangka Belitung Dato’ Akhmad Elfian turut mengapresiasi peran aktif dari PT Timah Tbk dalam melestarikan adat dan budaya yang ada di Bangka Belitung.
“Kita patut bersyukur dengan ada perhatian dari PT Timah Tbk untuk ikut serta melestarian kebudayaan daerah, khususnya pelestarian-pelestarian kebudayaan lokal yang ada di pulau Bangka ini” ujar Dato’ Elfian.
Lebih jauh dia menceritakan, memarong merupakan kegiatan mengarungi atau mencari lokasi untuk membangun pondok ume atau ladang dan pondok ume yang dikenal dengan sebutan marong atau marung.
Secara filosofinya, memarong ini beriringan dengan proses kehidupan masyarakat berladang, dimana setelah membuka rimba untuk membuka ladang, mereka masih menentukan area mana saja yang digunakan untuk ditanami padi Cerak atau beras merah, beras ketan, umbi-umbian dan sayur-sayuran. Dan baru setelah itu mereka melakukan memarong atau memarung.
Sebagai budayawan, Dato’ Elfian juga sangat bersyukur dengan adanya kegiatan ini, sebab baginya kegiatan ini merupakan revitalisasi bentuk perkampungan tradisional masyarakat Bangka.
“Jika hanya mengharapkan peran dari masyarakat saja untuk merevitalisasi perkampungan ini mungkin agak berat, kalau tidak ada support dari PT Timah Tbk, saya rasa tidak akan terjadi”.
“Bersyukur sekali PT Timah dapat mensupport pembangunan gebong memarung ini. Tentunya dengan adanya pembangunan gebong memarong ini, kita bisa mempelajari bagaimana kearifan-kearifan lokal masyarakat suku lom. Sebab kearifan itu membawa kesejahteraan lahir dan batin bagi masyarakat,” ujar Dato’ Elfian. (pt.timah/naf)