PANGKALPINANG, Babelsatu.com – PT Alzam Jaya Persada (AJP) yang disebut-sebut melakukan aktivitas tambak udang ilegal dikawasan hutan di Kabupaten Bangka mulai ada titik terang.
Dari penelusuran, PT AJP mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dikeluarkan lembaga OSS Kementerian. Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI.
Dari situs resmi BKPM RI menyebutkan NIB itu adalah adalah identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS. Setelah memiliki NIB, maka pelaku usaha bisa mengajukan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. NIB ini terdiri dari 13 digit angka yang juga merekam tanda tangan elektronik serta dilengkapi dengan pengaman.
Selain itu, NIB bisa digunakan sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Importir (API), dan hak akses kepabeanan. Setelah memiliki NIB, maka pelaku usaha akan terdaftar pula sebagai peserta jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan. Masa berlaku dari NIB adalah selama para pelaku usaha menjalankan usahanya.
Mengenai aktivitas tambak, PT AJP berpatokan pada Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha Yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan.
Dua SK tersebut masing-masing SK.359/Menlhk/Setjen/KUM.1/6/2021 terbit pada 29 Juni 2021 (Tahap I) dan SK.531/Menlhk/Setejen/KUM.1/8/2021 terbit 30 Agustus 2021 (Tahap II).
Didalam SK tersebut berisikan daftar subjek hukum yang melakukan kegiatan usaha di dalam Kawasan Hutan, namun tidak memiliki perizinan di bidang perhutanan. Kalau ditotal, jumlahnya kurang lebih 364 subjek. Subjek hukum di sini berupa perseoran terbatas (PT), commanditaire venootschap (CV), koperasi, perorangan dan badan hukum lainnya.
Dengan jenis kegiatan di antaranya, perkebunan kelapa sawit dan tebu, pertambangan dan kegiatan lainnya meliputi minyak dan gas bumi, pemukiman, wisata alam, industri dan/atau sarana prasarana. Ratusan kegiatan usaha dalam daftar itu teridentifikasi beroperasi di Kawasan Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), Hutan Lindung (HL), maupun di Kawasan Konservasi.
Yang menarik perhatian, persoalan kegiatan usaha di dalam Kawasan Hutan tanpa perizinan bidang kehutanan ini skema penyelesaiannya ditetapkan menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yakni Pasal 110A dan Pasal 110B. Dua pasal ini kemudian dianggap sebagai pengampunan terhadap para pelanggar Kawasan Hutan. Mengapa demikian? Karena sanksi pidana yang pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, hapus bagi para pelanggar Kawasan Hutan yang berkegiatan usaha sebelum UU Cipta Kerja terbit.
Adapun sanksi bagi para pelanggar Kawasan Hutan ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Denda Administrasi di bidang Kehutanan.
Saat dikonfirmasi Dedi Yulianto pemilik perusahaan mengaku lahan tambak udang tersebut warisan dari orang tuanya. tambak udang itu kata Dedi sudah lama berdiri sejak tahun 1986/1987.
“Sejak adanya UU Ciptakerja, kami lagi berupaya melengkapi dokumen administrasi, dimana kami diberi tenggat waktu selama 3 tahun berdasarkan uu Cipta kerja pasal 110A,” jelas Dedi Yulianto.
Dedi kembali menjelaskan UU Cipta Kerja Pasal 110A menyatakan : Setiap orang yang melakukan kegiatan Usaha yang terbangun dan memiliki perijinan berusaha di dalam kawasan hutan sebelum UU ini,dan belum memenuhi syarat sesuai Perundang undangan yang berlaku, wajib menyelesaikan Persyaratan di bidang kehutanan Paling lambat tiga tahun sejak UU ini berlaku .
Sementara itu lanjut Dedi, Pasal 110B kegiatan usaha di dalam kawasan hutan yang di lakukan sebelum UU no 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dan belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan tidak dikenakan sanksi pidana melainkan sanksi administratif.
Kecuali usaha yang didirikan setelah UU Cipta Kerja (UUCK) disahkan baru kita buka tambak dan masuk kawasan hutan itu baru dikenakan sanksi pidana.
“Sejak PP 24 tahun 2021 di keluarkan kami langsung mengajukan permohonan penyelesaian perizinan dalam kawasan hutan yg ditunjukkan ke kementrian LHK dan permohonan sudah 2 x kita layangkan untuk mendapatkan perizinan dalam kawasan hutan,” ungkap Dedi.
Dari data OSS diperoleh PT AJP mengantongi KBLI 2020 : 03254 yakni kelompok usaha yang mencakup kegiatan pembesaran crustacea air payau seperti, udang galah, udang windu, udang putih, di air payau dengan menggunakan lahan, perairan dan fasilitas buatan lainnya.(naf)