“Yang bisa menarik itu adalah pengadilan yang disebut sita eksekutorial. Kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri”.
Pangkalpinang, Babelsatu.com— Kepala Bidang Hak Asasi Manusia (Kabid HAM) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Suherman, menilai penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector suruhan PT Adipati Bangka Perkasa mitra PT Bussan Auto Finance (BAF) melanggar putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang-undang Fidusia.
Hal itu ditegaskan Suherman usai sidang mediasi antara pelapor, pihak BAF dan Adipati kepada wartawan, Selasa (28/2/2021).
“UU Fidusia sudah dilanggar oleh mereka sebenarnya. Karena untuk ekesekusi itu sudah dicabut dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, jadi ketika debitur cedera janji alias wanprestasi maka penerima hak fidusia atau kreditur berhak mengambil secara kuasa sendiri, namun kuasa itu tidak bisa dilakukan kreditor karena ada perlawanan dari para pihak sehingga muncul putusan MK,” kata Suherman.
Dirinya menjelaskan debt collector tidak bisa secara semena-mena melakukan penarikan karena tidak ada perintah undang-undang.
“Yang bisa menarik itu adalah pengadilan yang disebut sita eksekutorial. Kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” imbuhnya.
Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus melengkapi sertifikat fidusia, surat kuasa atau surat tugas penarikan, kartu sertifikasi sebagai debt collector dan kartu identitas.
Debt collector yang melakukan pengamanan terhadap kendaraan milik Aminah tersebut tidak satupun memenuhi ketentuan putusan MK ini sehingga bisa dianggap tindakan yang dilakukan tersebut cacat hukum atau tidak sah.
Pengacara PT. Adipati Bangka perkasa, Eko Setiawan, mengungkapkan adanya miss komunikasi antara kuasa kelurga dan pihak BAF, belum ada surat peralihan dari pemilik unit ke kuasa keluarga.
“Ini hanya miss komunikasi saja. Kami dari PT. Adipati mendapatkan kuasa dari BAF untuk melakukan pengamanan aset atau objek tersebut,” tukasnya.
Selanjutnya Eko menegaskan tidak ada tindakan preman karena apa yang terjadi di lapangan itu karena menjalakan tugas yang telah dikuasakan kepada PT Adipati Bangka Perkasa sebagai mitra atau pihak ketiga.
“Sesuai anjuran dari pihak Kemenkumham tadi, kami diminta membuat surat tertulis dari pihak PT BAF akan melakukan proses itu, tapi masih menunggu keputusan dari BAF pusat,” ujarnya. (*/)