BANGKA SELATAN, Babelsatu.com – Terasi merupakan makanan khas Bangka Belitung yang memiliki cita rasa yang unik. Masyarakat Bangka mengenal terasi dengan sebutan belacan. Terasi sudah cukup familiar bagi masyarakat Indonesia, pasalnya kerap digunakan sebagai bumbu masakan.
Terasi merupakan bumbu masakan yang terbuat dari udang rebon dan berbagai jenis udang lainnya yang difermantasikan melalui proses yang panjang, hal inilah yang membuat terasi memiliki rasa dan aroma yang khas.
Di Pulau Bangka, terasi banyak diproduksi masyarakat pesisir seperti di Toboali, Kabupaten Bangka Selatan. Salah satu produsen terasi di Toboali yakni pasangan suami istri Amat dan Darnawati. Mereka memiliki brand Terasi ‘Cik Ana’ yang sudah dikenal dan dipasarkan ke berbagai wilayah di Pulau Bangka.
Amat mengatakan, usaha pembuatan terasi ini diwarisi kedua orang tuanya, dirinya bahkan terlibat langsung dalam mencari udang yang menjadi bahan baku untuk membuat terasi.
Ia menceritakan, sejak pagi hari dirinya sudah pergi nyungkur di Kawasan laut di kawasan persawahan Rias di Toboali untuk mencari udang menggunakan jaring yang telah disiapkan. Tak menentu hasil yang didapatkan, jika pada musim-musim tertentu dirinya bisa mendapatkan ratusan kilogram udang seperti udang kapar, mayang dan bubuk. Namun, jika sedang tidak musim paling banyak ia hanya bisa mengumpulkan sekitar 10 kilogram udang.
“Kalau tidak ada udang tidak bisa buat terasi, saya tidak pernah beli udangnya, dari hasil menangkap sendiri. Di sini nyungkur udang tergantung musim, kalau lagi musim banyak kalau lagi enggak musim sedikit, tapi adalah setiap hari hasilnya,” kata Amat.
Usai menyungkur, Amat dibantu istrinya membersihkan udang-udang yang terbilang sangat kecil ini untuk diolah. Amat memproduksi terasi secara tradisional dengan menggunakan peralatan seperti lesung.
Proses pembuatan terasi membutuhkan waktu dua hari, setelah dibersihkan lalu dijemur, ditumbuk, dan diendapkan atau difermentasi selama satu malam.
Setelah itu, terasi kembali dijemur dan ditumbuk kembali untuk mendapatkan hasil yang lebih halus, dan proses terakhir baru pencetakan yang dibentuk sesuai dengan yang diinginkan.
“Kalau udangnya enggak bagus, enggak mau kami buat karena hasilnya pasti akan bau dan terasinya tidak bagus. Udang yang didapatkan langsung diolah kalau tidak diolah jadi tidak bagus, dalam 1 kg udang hanya menjadi 4 ons terasi,” cerita Amat.
Amat menyebutkan, terasi yang diproduksinya bisa bertahan sekitar satu tahun jika tidak disimpan di dalam kulkas, jika disimpan dalam kulkas bahkan bisa tahan lebih lama.
“Terasi yang bagus itu kalau dipegang keras, tidak berbau kalaupun berbau ada bau udang, dan tidak berwarna yang tidak terlalu merah. Merah itu kan warna udang, bukan merah yang terang,” katanya.
Usaha terasi mereka kian berkembang setelah menjadi mitra binaan PT Timah Tbk, pasalnya pemasaran terasi mereka tidak hanya di Bangka Belitung saja, melainkan juga sudah ke luar Babel seperti Jakarta, Pulau Jawa dan beberapa Provinsi lainnya.
“Saya jadi mitra binaan PT Timah Tbk beberapa waktu lalu, beberapa kali terasi saya dibawa pameran ke berbagai wilayah. Dari menjadi mitra binaan PT Timah Tbk juga saya menambah alat produksi, membeli jaring, garam, dan beberapa peralatan produksi lainnya,” katanya.
Dari menjadi mitra binaan PT Timah Tbk, dirinya juga bisa menambah alat tangkap untuk nyungkur udang. Sehingga bisa meningkatan bahn baku untuk pembuatan terasi.
“Saya tambah modal juga untuk beli jaring, perahu untuk nyungkur. Semakin banyak bahan baku, semakin banyak produksi terasinya,” ujarnya.
Hingga saat ini, kata dia mereka telah memiliki puluhan reseller yang menjual terasi Cik Ana ke berbagai wilayah di Pulau Bangka.
“Alhamdulillah pemasarannya sudah kemana-mana, biasanya orang ngambil ke kami lalu dijual lagi. Kadang sampai kehabisan terasinya,” sebutnya (timah/naf)